Kamis, 14 Februari 2013

MUHAMMAD


Nan jauh di sana
Di lorong Salam yang tenang
Di sepetak bangunan yang remang
Di kampung Tihamah yang lengang
Di jantung Bakkah yang gersang
Sinar misterius menghunjam persada
Membedah malam pertengahan Rabiul Awal

Sebuah jeritan bayi Malakuti
Melambung mengoyak angkasa Ummul Qura
Gemerincing lampu-lampu kristal istana Khosro Parwiz
mengisyaratkan sebuah peristiwa
Dentang-dentang lonceng raksasa Gereja Roma
mengumandangkan sebuah warta
Debam-debam gegajah Abrahah yang berjatuhan
beradu bagai genderang laga
Kelepak sayap merpati yang menari di atas Makkah
bersusulan laksana rebana pesta

Lalu terdengar kumandang
Selamat menggigil cukong-cukong tamak
Selamat berhamburan tuhan-tuhan bertulang
Selamat berjatuhan raja-raja jorok
Selamat bangkrut saudagar-saudagar budak
Berpestalah, hai kuli-kuli gratis juragan Quraisy
Bergembiralah, hai kaum buruh di ladang Umayyah
Kumandangkan lagu kemerdekaan
Gelarlah permadani merah demi menyambutnya

Mentari menyingsing dan menyongsong
Purnama menyeruak dan menyapa
Gemintang berkilau dan menyambut
Pelangi berhias dan mendaulat
Ka’bah menyala mengucapkan:
 “Selamat Datang!”
“Selamat Lahir!”
Kepada debur ombak rabbani yang bergulung menghempas buih syaitani
Kepada desah nafas subuh yang berhembus lembut segarkan pori-pori fitrah
Kepada sepoi-sepoi sejuk yang meniup pucuk dedaunan kurma
Kepada simponi tangkai zaitun yang bergesekan laksana biola
Kepada untaian syair ilahi yang abadi
Kepada rangkaian firman yang suci
Kepada Sang Rahmat
Kepada Dia yang bernama MUHAMMAD

Bertapa dalam gua Tsur
Bersemedi dalam lembah Hira
Menggigil dalam kesendirian lereng Arafah
Bergejolak dalam pesta malaikat
Menanggalkan busana raga
Hilang dalam Ada
Dilumuri kotoran unta di Haram
Bermandikan darah di Uhud
Bersenda jenaka di hadapan yatim
Bergaul dengan kaum cacat dan kusta
Berjalan menunduk di keramaian
Mencium tangan pekerja kasar
Pemaaf kala berkuasa
Membantu sebelum diminta
Bermurah dengan senyum
Menggali parit dan sumur
Tidur dengan bantal batu
Dan berseru….
Akulah Sang Utusan
Akulah MUHAMMAD

Kini, lihatlah dia sedang melihat kita dengan mata kecewa
Kita yang sedang nongkrong di atas fosil-fosil kebodohan
Kita yang makin terampil menjadi bangsa yang latah
Kita yang sudah kehilangan etika ketimuran
Kita yang menjadi konsumen dan pemuja raga
Kita yang sibuk mempertontonkan lakon anarkisme
Kita yang sudah menjadi kue ulang tahun dalam pesta para musuh
Kita yang tak lagi bisa hidup rukun dan menghargai perbedaan
Kita yang sebenarnya tak mengenal MUHAMMAD

Duhai MUHAMMAD
Di tengah umatmu
Ada segelintir orang yang mengusung jargon-jargon agama
Lalu melakukan penafsiran teks
Sambil menyemburkan tuduhan sesat kepada kelompok lain
Di tengah kami ada yang merasa telah menjadi muslim sejati
Hanya dengan menggelindingkan butir-butir kaca

Duhai MUHAMMAD!
Di tengah kami
Ada segelintir orang yang bermain-main dengan nasib bangsa
dengan memperkaya diri dan melakukan pengkhiatan: KORUPSI
Di tengah kami
Ada segerombolan manusia rakus yang melakukan penebangan liar
pencemaran lingkungan, penggusuran demi keindahan kota,
dan eksploitasi kekayaan alam seenaknya saja

Karena itu, berilah kami syafaat
agar kami dapat menemukan jati diri kami
sebagai bangsa yang bermoral, terhormat, rukun,
bersikap jujur dalam kehidupan ini,
serta berakhlakul karimah seperti yang engkau teladankan
Maafkanlah kami, maafkanlah kami.

Puisi: Hayatul Islam