Nan jauh di sana
Di lorong Salam
yang tenang
Di sepetak
bangunan yang remang
Di kampung
Tihamah yang lengang
Di jantung Bakkah
yang gersang
Sinar misterius
menghunjam persada
Membedah malam
pertengahan Rabiul Awal
Sebuah jeritan
bayi Malakuti
Melambung
mengoyak angkasa Ummul Qura
Gemerincing
lampu-lampu kristal istana Khosro Parwiz
mengisyaratkan
sebuah peristiwa
Dentang-dentang
lonceng raksasa Gereja Roma
mengumandangkan
sebuah warta
Debam-debam
gegajah Abrahah yang berjatuhan
beradu bagai genderang
laga
Kelepak sayap
merpati yang menari di atas Makkah
bersusulan
laksana rebana pesta
Lalu terdengar
kumandang
Selamat menggigil
cukong-cukong tamak
Selamat
berhamburan tuhan-tuhan bertulang
Selamat
berjatuhan raja-raja jorok
Selamat bangkrut
saudagar-saudagar budak
Berpestalah, hai kuli-kuli
gratis juragan Quraisy
Bergembiralah,
hai kaum buruh di ladang Umayyah
Kumandangkan lagu
kemerdekaan
Gelarlah
permadani merah demi menyambutnya
Mentari
menyingsing dan menyongsong
Purnama menyeruak
dan menyapa
Gemintang
berkilau dan menyambut
Pelangi berhias
dan mendaulat
Ka’bah menyala
mengucapkan:
“Selamat Datang!”
“Selamat Lahir!”
Kepada debur
ombak rabbani yang bergulung menghempas buih syaitani
Kepada desah
nafas subuh yang berhembus lembut segarkan pori-pori fitrah
Kepada
sepoi-sepoi sejuk yang meniup pucuk dedaunan kurma
Kepada simponi
tangkai zaitun yang bergesekan laksana biola
Kepada untaian
syair ilahi yang abadi
Kepada rangkaian
firman yang suci
Kepada Sang
Rahmat
Kepada Dia yang
bernama MUHAMMAD
Bertapa dalam gua
Tsur
Bersemedi dalam
lembah Hira
Menggigil dalam
kesendirian lereng Arafah
Bergejolak dalam
pesta malaikat
Menanggalkan
busana raga
Hilang dalam Ada
Dilumuri kotoran
unta di Haram
Bermandikan darah
di Uhud
Bersenda jenaka
di hadapan yatim
Bergaul dengan
kaum cacat dan kusta
Berjalan menunduk
di keramaian
Mencium tangan
pekerja kasar
Pemaaf kala
berkuasa
Membantu sebelum
diminta
Bermurah dengan
senyum
Menggali parit
dan sumur
Tidur dengan
bantal batu
Dan berseru….
Akulah Sang
Utusan
Akulah MUHAMMAD
Kini, lihatlah
dia sedang melihat kita dengan mata kecewa
Kita yang sedang
nongkrong di atas fosil-fosil kebodohan
Kita yang makin
terampil menjadi bangsa yang latah
Kita yang sudah
kehilangan etika ketimuran
Kita yang menjadi
konsumen dan pemuja raga
Kita yang sibuk
mempertontonkan lakon anarkisme
Kita yang sudah
menjadi kue ulang tahun dalam pesta para musuh
Kita yang tak
lagi bisa hidup rukun dan menghargai perbedaan
Kita yang
sebenarnya tak mengenal MUHAMMAD
Duhai MUHAMMAD
Di tengah umatmu
Ada segelintir
orang yang mengusung jargon-jargon agama
Lalu melakukan
penafsiran teks
Sambil
menyemburkan tuduhan sesat kepada kelompok lain
Di tengah kami
ada yang merasa telah menjadi muslim sejati
Hanya dengan
menggelindingkan butir-butir kaca
Duhai MUHAMMAD!
Di tengah kami
Ada segelintir
orang yang bermain-main dengan nasib bangsa
dengan memperkaya
diri dan melakukan pengkhiatan: KORUPSI
Di tengah kami
Ada segerombolan
manusia rakus yang melakukan penebangan liar
pencemaran
lingkungan, penggusuran demi keindahan kota,
dan eksploitasi
kekayaan alam seenaknya saja
Karena itu,
berilah kami syafaat
agar kami dapat
menemukan jati diri kami
sebagai bangsa
yang bermoral, terhormat, rukun,
bersikap jujur
dalam kehidupan ini,
serta berakhlakul
karimah seperti yang engkau teladankan
Maafkanlah kami,
maafkanlah kami.
Puisi: Hayatul Islam