Kamis, 14 Februari 2013

Menggapai Syafaat Melalui Maulid Nabi

Oleh KH. Zuhri Abd. Mughni*)

Al-Hafizh Syamsuddin ibn al-Jazari dalam kitab ‘Urf at-Ta’rif bi al-Maulid as-Syarif mengutip hadis riwayat Imam Bukhari, dimana ada orang bermimpi bertemu Abu Lahab setelah ia meninggal. Dalam mimpi itu terjadi dialog:
”Bagaimana kabarmu, wahai Abu Lahab?”
”Aku di Neraka. Tapi, setiap hari Senin api neraka diringankan bagiku, dan aku dapat mengisap air dari telunjukku.”
”Kenapa bisa begitu?”
”Karena, dulu aku gembira atas kelahiran Muhammad. Saking gembiranya, budakku, Tsuwaibah, yang  menyampaikan kabar gembira kelahiran Muhammad itu langsung kumerdekakan.”
***
Syeikh Junaid al-Baghdadi—rahimahullah—mengatakan, ”Barang siapa menghadiri acara Maulid Rasul dan mengagungkan pangkat dan kebesarannya, sungguh ia beruntung dengan memperoleh keimanan.”
Syaikh Ma’ruf al-Karkhi mengatakan, ”Barang siapa menyiapkan makanan untuk kepentingan membaca sejarah Nabi dalam acara Maulid, mengumpulkan teman-teman, menyalakan lampu, mengenakan pakaian baru, berwangi-wangian, dan berhias demi mengagungkan kelahiran Nabi, maka Allah akan mengumpulkannya kelak di hari kiamat bersama golongan para Nabi di surga tertinggi ‘Illiyyîn.”
Sulthan al-Arifin Jalaluddin as-Suyuthi mengatakan dalam Kitab al-Wasâil fî Syarh al-Syamaâ’il, ”Setiap rumah, masjid, atau tempat lain yang di dalamnya dibacakan sejarah Nabi, maka para malaikat akan mengelilingi orang-orang yang bekumpul di sana dan Allah meratakan rahmat atas mereka. Malaikat Jibril, Mika’il, Israfil, Qarba’il, ’Aina’il; malaikat yang bersaf-saf; malaikat yang mengepung; Malaikat Karabiyyûn, semua memohonkan ampun kepada Allah untuk para penyelenggara acara tersebut. Imam as-Suyuthi menambahkan, ”Rumah seorang muslim yang di dalamnya dibacakan sejarah Nabi, pasti Allah akan menghilangkan dari rumah itu segala jenis krisis, penyakit, kebakaran, bencana alam, mara bahaya, kebencian, kedengkian, pandangan jelek, dan pencuri. Jika ia meninggal, Allah akan memberikan kemudahan baginya untuk menjawab pertanyaan Malaikat Munkar dan Nakir, dan ia berada di tempat yang baik di sisi Allah Swt.”
Diceritakan, suatu hari pada zaman Khalifah Abd.al-Malik ibn Marwan (65-86 H/685-705 M), seorang pemuda Syam (Syria) menunggang kuda. Ketika sedang asyik menunggang, tiba-tiba kuda itu lari tak terkendali hingga sampai di kediaman khalifah dan menabrak sang putra mahkota hingga meninggal. Begitu berita itu sampai kepada khalifah, si pemuda disuruh menghadap. Dalam perjalanan ia berbisik dalam hati, ”Jika Allah menyelamatkanku dari kejadian ini, aku akan mengadakan pesta meriah dan akan mengundang orang yang membacakan sejarah kelahiran Rasulullah SAW.”
Sampai di hadapan sang kahlifah, si pemuda menatapnya, dan sontak khalifah tertawa. Padahal, sebelumnya amarahnya memuncak hingga mencekik tenggorokannya.
”Hai pemuda, apa kau pandai sihir?”
”Tidak, demi  Allah tidak, wahai Amirul Mukminin.”
”Engkau kumaafkan. Tapi, katakan dulu padaku apa yang kaubisikkan di hatimu.”
Pemuda itu menjawab, ”Aku berbisik, ’Jika Allah menyelamatkanku dari kejadian ini, aku akan mengadakan pesta meriah, dan akan mengundang orang yang membacakan sejarah kelahiran Rasulullah SAW.’”
”Aku memaafkanmu. Ini 1.000 dinar untuk biaya pesta Maulid Nabi itu, dan kau bebas dari tuntutan qishash anakku,” ujar khalifah.
Pemuda itu keluar dengan selamat, bebas dari tuntutan qishash serta memperoleh bantuan dana 1.000 dinar dari khalifah Abdul-Malik ibn Marwan berkat Maulid Nabi.
***
Diceritakan, pada masa pemerintahan Khalifah Harun al-Rasyid (170-193 H/786-809 H) ada seorang pemuda berandal. Karena ulahnya yang buruk, ia dihina dan direndahkan. Hanya, setiap bulan Rabi’ul Awal ia mencuci bajunya, memakai parfum dan wewangian, dan berusaha lebih ganteng dari hari-hari sebelumnya. Lalu diadakanlah acara dan dibacakanlah sejarah Nabi di dalamnya. Ini dilakukan setiap bulan Rabi’ul Awal.
Ketika pemuda itu meninggal, penduduk negeri mendengar suara misterius yang tak diketahui dari mana datangnya, ”Wahai Penduduk Bashrah, datang dan saksikanlah jenazah seorang wali Allah. Sungguh, ia mulia di sisiku.”
Maka berbondong-bondonglah penduduk menghadiri upacara penguburannya. Malamnya, mereka bermimpi melihat pemuda itu berpakaian sutra halus dan sutra tebal. Ketika ditanya, ”Bagaimana kau bisa memperoleh kemuliaan ini?” Dia menjawab, ”Ini berkat menghormat dan mengagungkan kelahiran Nabi Muhammad SAW.”  ()

Referensi:
1.      Sayyid Abu Bakar Syatha ad-Dimyathi, I’ânah al-Thâlibîn
2.      Sayyid Muhammad ibn Alawi al-Maliki al-Hasani, al-Bayân wa al-Ta‘rîf  fî Dzikrâ Mawlid al-Syarîf.


*) Ra’is Syuriah MWC NU Pragaan