Oleh KH. Zuhri Abd. Mughni*)
Al-Hafizh Syamsuddin ibn
al-Jazari dalam kitab ‘Urf at-Ta’rif bi al-Maulid as-Syarif mengutip hadis riwayat Imam
Bukhari, dimana ada orang bermimpi bertemu Abu Lahab setelah ia meninggal. Dalam mimpi
itu terjadi dialog:
”Bagaimana
kabarmu, wahai Abu Lahab?”
”Aku di Neraka. Tapi,
setiap hari Senin api neraka diringankan bagiku, dan aku dapat mengisap air
dari telunjukku.”
”Kenapa bisa begitu?”
”Karena, dulu aku gembira
atas kelahiran Muhammad. Saking gembiranya, budakku, Tsuwaibah, yang menyampaikan kabar gembira kelahiran Muhammad
itu langsung kumerdekakan.”
***
Syeikh Junaid al-Baghdadi—rahimahullah—mengatakan,
”Barang siapa menghadiri acara Maulid Rasul dan mengagungkan pangkat dan
kebesarannya, sungguh ia beruntung dengan memperoleh keimanan.”
Syaikh Ma’ruf
al-Karkhi mengatakan, ”Barang siapa menyiapkan makanan untuk kepentingan
membaca sejarah Nabi dalam acara Maulid, mengumpulkan teman-teman, menyalakan
lampu, mengenakan pakaian baru, berwangi-wangian, dan berhias demi mengagungkan
kelahiran Nabi, maka Allah akan mengumpulkannya kelak
di hari kiamat bersama golongan para Nabi di surga tertinggi ‘Illiyyîn.”
Sulthan al-Arifin Jalaluddin
as-Suyuthi mengatakan dalam Kitab al-Wasâil fî Syarh al-Syamaâ’il,
”Setiap rumah, masjid, atau tempat lain yang di dalamnya dibacakan sejarah Nabi,
maka para malaikat akan mengelilingi orang-orang yang bekumpul di
sana dan Allah meratakan rahmat atas mereka. Malaikat Jibril, Mika’il, Israfil,
Qarba’il, ’Aina’il; malaikat yang bersaf-saf; malaikat yang mengepung; Malaikat
Karabiyyûn, semua memohonkan ampun kepada Allah untuk para penyelenggara acara
tersebut. Imam as-Suyuthi menambahkan, ”Rumah seorang
muslim yang di dalamnya dibacakan sejarah Nabi, pasti
Allah akan menghilangkan dari
rumah itu segala jenis krisis, penyakit,
kebakaran, bencana alam, mara bahaya, kebencian, kedengkian, pandangan jelek,
dan pencuri. Jika ia meninggal, Allah akan memberikan kemudahan baginya
untuk menjawab pertanyaan Malaikat Munkar dan Nakir, dan ia berada di tempat
yang baik di sisi Allah Swt.”
Diceritakan, suatu hari pada zaman Khalifah Abd.al-Malik ibn Marwan (65-86 H/685-705 M), seorang pemuda Syam (Syria) menunggang kuda. Ketika sedang asyik menunggang, tiba-tiba kuda itu lari tak terkendali hingga sampai
di kediaman khalifah dan
menabrak sang putra mahkota hingga meninggal. Begitu berita itu sampai kepada
khalifah, si pemuda disuruh menghadap. Dalam perjalanan ia berbisik dalam hati,
”Jika Allah menyelamatkanku dari kejadian ini, aku akan mengadakan pesta meriah
dan akan mengundang orang yang membacakan sejarah kelahiran Rasulullah SAW.”
Sampai di hadapan
sang kahlifah, si pemuda menatapnya, dan sontak khalifah tertawa. Padahal, sebelumnya
amarahnya memuncak hingga mencekik tenggorokannya.
”Hai pemuda, apa kau
pandai sihir?”
”Tidak, demi Allah tidak, wahai Amirul Mukminin.”
”Engkau kumaafkan.
Tapi, katakan dulu padaku apa yang kaubisikkan di hatimu.”
Pemuda itu menjawab,
”Aku berbisik, ’Jika Allah menyelamatkanku dari kejadian ini, aku akan
mengadakan pesta meriah, dan akan mengundang orang yang membacakan sejarah
kelahiran Rasulullah SAW.’”
”Aku memaafkanmu. Ini
1.000 dinar untuk biaya pesta Maulid Nabi itu, dan kau bebas dari tuntutan qishash
anakku,” ujar khalifah.
Pemuda itu keluar
dengan selamat, bebas dari tuntutan qishash serta memperoleh bantuan dana
1.000 dinar dari khalifah Abdul-Malik ibn Marwan berkat Maulid Nabi.
***
Diceritakan, pada masa pemerintahan Khalifah Harun al-Rasyid
(170-193 H/786-809 H) ada seorang pemuda berandal. Karena ulahnya yang buruk,
ia dihina dan direndahkan. Hanya, setiap bulan Rabi’ul Awal ia mencuci bajunya, memakai parfum dan
wewangian, dan berusaha lebih ganteng dari hari-hari sebelumnya. Lalu diadakanlah
acara dan dibacakanlah sejarah
Nabi di dalamnya. Ini dilakukan setiap bulan Rabi’ul
Awal.
Ketika pemuda itu meninggal, penduduk negeri
mendengar suara misterius yang tak diketahui dari mana datangnya, ”Wahai
Penduduk Bashrah, datang dan saksikanlah jenazah seorang wali Allah. Sungguh,
ia mulia di sisiku.”
Maka berbondong-bondonglah penduduk menghadiri upacara penguburannya. Malamnya, mereka bermimpi melihat pemuda itu berpakaian sutra
halus dan sutra tebal. Ketika ditanya, ”Bagaimana kau bisa memperoleh kemuliaan
ini?” Dia menjawab, ”Ini
berkat menghormat dan mengagungkan kelahiran Nabi Muhammad SAW.” ()
Referensi:
1. Sayyid Abu Bakar
Syatha ad-Dimyathi, I’ânah al-Thâlibîn
2. Sayyid Muhammad ibn
Alawi al-Maliki al-Hasani, al-Bayân wa al-Ta‘rîf fî Dzikrâ Mawlid al-Syarîf.
*) Ra’is
Syuriah MWC NU Pragaan